Bakrie vs Wimar Witoelar

Harian Seputar Indonesia pada 20 Oktober memuat tulisan Wimar Witoelar berjudul “Menyelamatkan Bakrie”. Tulisan itu sangat pedas, dan mengungkap adanya keterkaitan bisnis-politik (baca: konspirasi) antara Bakrie-SBY-Kalla. Ada keterkaitan dan saling “membutuhkan” (ketergantungan) di antara ketiganya.

Tulisan di Seputar Indonesia itu kemudian diposting juga di okezone.com. Selain mengirimkannya ke media massa, Wimar juga memposting tulisannya (versi asli) di blognya (perspektif.net).

Berikut beberapa kutipan dari tulisan Wimar itu:

Terbukti dalam kolusi Bakrie dengan SBY untuk menyelamatkan perusahaannya yang ambruk. Dalam kasus Lapindo, Bakrie tidak mau menunjukkan simpati kepada korban luapan lumpur. Sekarang Bakrie kena musibah pasar, dia minta simpati SBY. Minta dibantu dengan uang negara melalui BUMN.

Lalu:

Apakah lupa munculnya Orde Baru? Tokoh angkatan 66 ikut membenarkan Soeharto. Sekarang tokoh Reformasi 98 ikut membenarkan SBY. Dengan menyelamatkan Bakrie, SBY kelihatan Orde Baru sejati. Tujuannya hanya mempertahankan kekuasaan, yang dipakai untuk melindungi pengusaha yang mendukungnya.

Segitiga SBY-Bakrie-Kalla menggelinding menuju Pilpres 2009. Krisis ekonomi dunia saat ini timbul karena terlalu banyak andalan pada kelancaran kredit. Kredit murah membuat orang berutang lebih besar dari kemampuan membayar.

Juga:

SBY tetap merasa berutang budi pada Bakrie dan menolak keberatan Sri Mulyani. Beliau tidak tahu, kekuatannya dari suara rakyat, bukan dari penguasa yang memanfaatkannya. Setelah Sri Mulyani gagal mempertahankan sikapnya untuk melepas Bakrie ke pasar, Bakrie mulai menjual sahamnya diam-diam kepada pihak asing, dilakukan dengan cepat, dengan kerugian besar, karena takut kena sita jaminan.

Penjualan saham kepada pihak Indonesia yang dikoordinasi Menteri BUMN dan Sekneg akan terjadi dengan lebih leluasa dan dengan harga yang lebih manis untuk Bakrie. Seorang pengamat cerdas mengeluhkan gagalnya Reformasi 1998 dan mengatakan: “Tahun-tahun terbuang…” Bakrie bantu Kalla, Kalla bantu SBY, SBY balas budi dengan mengangkat Kalla sebagai Wakil Presiden dan Bakrie sebagai Menko Ekuin.

Ketika Bakrie gagal mengurus ekonomi, dia tetap dipertahankan sebagai Menko Kesejahteraan Rakyat walaupun tidak memiliki jiwa sosial sama sekali. Balas budi SBY kini menggunakan dalih “mendukung swasta nasional”.

Dan yang cukup pedas:

Bakrie adalah pengusaha nasional, tapi bukan nasionalis. Kebesaran usahanya dan statusnya sebagai orang terkaya dicapai melalui kolusi politik dengan SBY dan kolusi pasar dengan perusahaan luar negeri. Ketika krisis internasional menjatuhkan harga pasar Bakrie, dia lari minta perlindungan kepada Presiden.

Menariknya lagi, tulisan Wimar itu dibalas di harian yang sama –dan kembali diposting di okezone.com– edisi hari ini, Kamis 23 Oktober. Menjadi wakil dari keluarga Bakrie adalah Lalu Mara, yang juga eksekutif di kelompok usaha keluarga kaya itu. Tulisan Lalu diberi judul: “Benarkah Pengusaha Hanya Mengejar Untung?“.

Lalu membalas tulisan Wimar dengan pernyataan-pernyataan yang tak kalah pedas. Kutipan yang menarik dari Lalu Mara antara lain:

Perlu Anda ketahui, sampai saat ini Kelompok Usaha Bakrie mempekerjakan 35.000 orang tenaga kerja secara langsung (teregistrasi) dan 50.000 orang tenaga kerja secara tidak langsung. Bandingkan berapa orang tenaga kerja yang bisa Anda ciptakan, Saudara Wimar Witoelar? Dilihat dari kemampuan menciptakan kerja, kita bisa membandingkan lebih nasionalis mana seorang Wimar Witoelar atau Keluarga Bakrie?

Sebagai informasi, Wimar sendiri tercatat sebagai direktur non-executive di ANTV, meski itu dari mitra ANTV, Star-TV. Jabatan Anda itu menjadi bukti bahwa Anda memang tidak mampu menciptakan lapangan pekerjaan yang lebih luas ketimbang Bakrie. Bahwa program Anda dihentikan tayangannya oleh ANTV itu semata-mata karena ratingnya hampir nol! Namun, risiko itu tetap dipilih justru karena menyadari bahwa tugas dari pengusaha adalah menyediakan lapangan pekerjaan, bahkan menjadi tempat bagi banyak orang untuk belajar dan menimba ilmu.

Juga:

Langkah arif bila Anda menarik kalimat dalam tulisan Anda tersebut, karena itu mengandung unsur fitnah. Saudara Wimar pasti tahu, fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan.

Di blog Wimar, tulisan “Menyelamatkan Bakrie” bermunculan komentar-komentar yang sangat menarik, dan umumnya mengecam Bakrie. Berikut salah satu komentar yang ditulis oleh seseorang berinisial Piliang:

Sudah tiga kali rakyat dipaksa (todong) untuk menyelamatkan Bakrie. Tahun 1998, waktu utangnya segunung, Bakrie di selamatkan oleh negara (baca taxpayer), utangnya dibersihkan, dan seluruh usahanya di kembalikan dengan fasilitas kredit murah dari bank negara.

Tahun 2005, unit Bakrie di Sidoarjo menyebabkan kerusakan lingkungan yang dahsyat, menyebabkan puluhan ribu rakyat kehilangan tempat tinggal dan nafkah, menimbulkan kerugian yang sangat besar dan tidak mungkin ditutup seandainya seluruh aset Bakrie digadaikan. Pemerintah (taxpayers) mengambil alih kewajiban menggantikan kerugian dan Bakrie di biarkan meraja lela.

Sekarang, Bakrie ditimpa bencana dimana seluruh aset nya tidak bisa menutup utangnya yang kembali segunung itu, negara (baca taxpayer) sekali lagi mem-bail out. Tiga kali dalam kurun waktu 10 tahun, rakyat di paksa menyelamatkan usaha Bakrie. Enaknya ya jadi pengusaha pribumi di Indonesia. Nggak harus pintar ber bisnis. Cukup mengandalkan koneksi politik. How many times must Bakrie go bankrupt, before he is allowed to go down? The answer my friend, is blowing in the wind ….

avatar Tidak diketahui

Penulis: NBN

Strategic Management; Strategic Communication; Enterpreneurship; Media and Social Media.

5 tanggapan untuk “Bakrie vs Wimar Witoelar”

  1. Kebanyak-an orang “PINTAR-TEORI” di Negara ini, akan tetapi “NOL-BESAR” dalam Menjalankan dan Meng-Aplikasi-kan KE-PINTAR-AN-nya, yang di butuhkan Bangsa ini adalah TINDAKAN REAL mengentaskan Bangsa ini dari KETERPURUKAN, Bukan DEBAT KUSIR yang Tidak Jelas Ujung-Pangkal dan Pertanggung Jawabannya.

    Suka

Tinggalkan komentar