Korps Adhyaksa kembali tercoreng. Jaksa Urip Tri Gunawan (UTG) yang merupakan Ketua Tim Penyelidik Kasus BLBI tertangkap tangan menerima suap dari Artalita Suryani (AS) sebanyak USD660.000 atau sekira Rp6,1 miliar.
Dugaan sementara, suap tersebut terkait kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Dugaan itu sangat beralasan. Wajar saja, kasus yang ditangani Urip adalah kasus dana BLBI khususnya yang diterima Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) yang dimiliki Syamsul Nursalim.
Terlebih, AS diduga kuat sebagai orang suruhan Syamsul Nursalim, dan Urip ditangkap di kediaman Syamsul di bilangan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Tertangkapnya Urip kembali menambah kekecewaan masyarakat setelah Kejaksaan Agung menghentikan penyelidikan kasus BLBI, dan membubarkan tim yang beranggotakan 35 jaksa, karena tidak ditemukannya unsur tindak pidana korupsi oleh Bank Central Asia (BCA) dan BDNI.
Posisi jaksa yang strategis dalam penanganan sebuah perkara hukum hingga kini masih menjadi komoditas jual beli perkara kasus-kasus besar. Tertangkapnya Urip kembali membuka mata publik bahwa perkara-perkara yang berkaitan dengan uang besar sangat rentan dipermainkan.
Kasus Urip ini bukan yang pertama. 2006 lalu, dua jaksa kasus korupsi PT Jamsostek menerima suap dari mantan direktur utama perusahaan itu, Ahmad Djunaidi. Isu suap terhadap jaksa juga menyeruak dalam kasus yang menimpa pengusaha Probosutedjo.
Penanganan kasus BLBI terbilang lama, dan diproses oleh empat presiden pasca-Soeharto. Jaksa Agung Hendarman Supandji yang dahulu dikenal tegas itu kini tak berkutik menghadapi kasus kakap ini.
Pengusutan kasus ini yang berlarut-larut sejak awal memang sudah menimbulkan tanda tanya besar. Sinyalnya, Anthony Salim yang berkali-kali dipanggil Kejaksaan Agung tak pernah muncul. Bahkan, Kejaksaan Agung juga membiarkan Syamsul Nursalim pergi ke luar negeri.
Hal-hal tersebut cukup membuat korps Adhyaksa sulit lagi dipercaya. Dan, tertangkapnya Urip lagi-lagi menimbulkan tanda tanya baru terhadap Kejaksaan Agung. Jangan-jangan, Urip hanyalah satu dari sekian banyak pemain kasus.
Dengan demikian, sudah seharusnya kasus BLBI ini ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi. Selain itu, secara institusi, lembaga pimpinan Hendarman Supanji itu harus dibersihkan dari jaksa-jaksa nakal yang suka memain-mainkan perkara.