Standar Ganda HAM Paman Sam

Lagi-lagi Amerika Serikat menunjukkan standar gandanya. Negara yang kerap membuat onar itu melansir daftar negara-negara dengan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) tertinggi di dunia.

Ada 10 negara teratas dalam pelanggaran HAM, seperti dilansir Departemen Luar Negeri (Deplu) AS itu Rabu lalu. Mereka adalah Korea Utara (Korut), Myanmar, Iran, Suria, Zimbabwe, Kuba, Belarusia, Uzbekistan, Eritrea, dan Sudan.

Pengumuman ini kembali menunjukkan arogansi Paman Sam yang mengaku sebagai negara yang paling humanis. Padahal kita tahu, jutaan nyawa melayang di beberapa belahan dunia, akibat sikap unilateral pemerintahan George W Bush itu beberapa tahun ini.

Penelitian yang dilakukan Opinion Research Business (ORB) pada September 2007 menunjukkan jumlah korban tewas perang Irak mencapai lebih dari satu juta jiwa. Pembantaian yang dilakukan atas nama demokrasi itu menghabiskan dana hingga USD3 triliun, seperti disebut Joseph Stiglitz, mantan Presiden Bank Dunia yang juga peraih hadiah nobel bidang ekonomi dalam bukunya berjudul The Three Trillion Dollar War: The True Cost of the Iraq Conflict.

Sungguh angka-angka yang fantastis. Itu belum termasuk angka dalam agresi Paman Sam ke Afghanistan saat menggulingkan pemerintahan Taliban. Dan hingga kini, perang masih berkecamuk di dua negara Muslim itu.

Tak salah apa yang dikatakan Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad, bahwa Paman Sam adalah negara yang membawa terorisme di Timur Tengah, terutama Irak.

China bahkan tegas menyebut pengumuman soal HAM itu latah dan meminta pemerintah AS menghentikan standar ganda tentang HAM. China memang tidak masuk dalam 10 besar pelanggar HAM versi AS itu. Namun, Beijing geram karena masih dikategorikan melakukan pelanggaran HAM.

AS memang selalu tutup mata terhadap keburukan yang dilakukannya sendiri. Selain dua perang tersebut di atas, AS juga melakukan pelanggaran HAM di penjara Guantanamo di Teluk Kuba. Penjara yang dibangun khusus untuk tersangka terorisme itu belum menghapus teknik waterboarding dalam menginterogasi para tahanannya.

Standar ganda selalu dilakukan AS karena ingin menegakkan sistem demokrasi dan perlindungan HAM bagi warga masyarakatnya sendiri. Sebaliknya, bagi masyarakat dan negara lain, isu HAM dan demokrasi diangkat AS masih sebatas retorika dan wacana.

Bahkan, bisa dikatakan, standar AS tak hanya ganda, namun selalu berubah-ubah tergantung sejauh mana itu berkaitan dengan kepentingannya.