Ketika angin timur dan angin barat bertemu

angin-timur-angin-barat-koverJudul Asli:
East Wind: West Wind (Terbit tahun 1930)

Judul Terjemahan:

Angin Timur: Angin Barat

Penerbit:
PT Gramedia

Cetakan Pertama:
Februari 2009

Halaman:
240 halaman

ISBN-10:
979-22-4388-0

Kwei-lan adalah seorang perempuan yang hidup dalam tradisi masyarakat China yang kuat. Selama beratus-ratus tahun, leluhurnya yang hidup di kota kuno Kerajaan Tengah atau China, tidak ada yang berpikiran moderen atau berpikiran untuk mengubah dirinya.

Kwei-lan tumbuh dengan kepercayaan bahwa masyarakat barat melakukan sihir gelap dan tidak beradab. Cara pandanganya ini didasarkan pada tradisi leluhurnya yang tertanam kuat dalam kehidupannya sehari-hari. “Tidak satupun dari antara mereka yang berpikiran modern ataupun berkeinginan mengubah dirinya.” (halaman 9)

Perjalanan hidup Kwei-lan dituturkan Pearl S Buck dalam novel pertamanya, Angin Timur: Angin Barat. Buku ini memberikan pengenalan yang bagus tentang cara pandang dan kehidupan masyarakat China.

Kisah dalam buku ini dituturkan secara monolog oleh Kwei-lan kepada seorang perempuan, yang disebutnya sebagai “saudari”. Sepertinya, si saudari ini adalah seorang asing yang menghabiskan seluruh masa hidupnya di China. Sama seperti Pearl sendiri, yang telah tinggal di China semenjak masih berusia 3 bulan.

Ketika Kwei menikah dengan seorang pria, yang sudah dijodohkan dengannya bahkan sebelum ia lahir, dia menemukan ternyata suaminya bukanlah seseorang yang ia harapkan. Pada awalnya, suami Kwei-lan, seorang dokter lulusan Amerika Serikat, tidak tertarik padanya. Ketidaktertarikan ini lebih disebabkan pola pikir dan kebiasaan Kwei-lan yang dalam pandangan suaminya sangat kolot.

Meski menunjukkan ketidaktertarikan, di dalam hatinya suami Kwei-lan sangat menyayangi istrinya. Dia menginginkan istrinya itu mengubah segala kebiasaannya yang tidak rasional. Semisal mengikat kaki sekencang-kencangnya, untuk mendapatkan kaki yang kecil, sebagaimana jamak dilakukan perempuan-perempuan China.

Rasa sayang suaminya itu terlihat ketika ibu mertuanya bertindak kasar kepada Kwei-lan. Sang suami memilih untuk keluar dari rumah orangtuanya dan pindah ke rumah miliknya yang moderen. Bagian cerita mengenai saat Kwei-lan keheranan dan mengamati rumah tempat tinggalnya yang baru cukup menarik. Kwei bingung mengapa rumah suaminya itu tidak memiliki pekarangan. Jendela-jendela di rumah itu pun terdiri atas lempengan kaca bening yang buram. Sinar matahari masuk dengan bebas dan terpantul di perabotan. Berbeda dengan rumah-rumah tradisional China, di mana cahaya terang yang msuk diperlembut dengan kisi-kisi berukir.

Ketika putra pertamanya lahir, Kwei-lan dilanda ketakutan dia tidak akan bisa memiliki buah hatinya. Karena kelak, sesuai tradisi, bayi lelaki itu harus diserahkan kepada keluarga suami. Namun, beruntung Kwei memiliki suami yang moderen yang ingin mempertahankan anaknya untuk tetap dirawat orangtua kandungnya. Awalnya Kwei menentang keinginan suaminya itu, karena bertolakbelakang dengan tradisi, meski akhirnya dia menyetujuinya.

Kisah hidup Kwei semakin rumit ketika kakak lelakinya pulang dengan membawa istri berkebangsaan Amerika Serikat bernama Mary. Kakaknya itu pulang ke China untuk meminta pengakuan orangtua atas pernikahannya. Namun ibu Kwei-lan menolaknya. Sebab, kakak Kwei-lan telah dijodohkan dengan putri teman ayahnya.

Ibu Kwei ingin anak lelakinya itu memiliki anak dari seorang perempuan China. Dia pun khawatir hubungan putranya itu dengan Mary akan membuat perempuan moderen itu hamil. Hal itu kemudian menjadi kenyataan, karena Mary mengandung putra pertamanya.

Pada puncaknya, ibu Kwei-lan meninggal dunia karena kesedihan mendalam yang dirasakannya. Sebab, putranya tetap menolak meninggalkan si gadis Amerika untuk menikahi tunangannya. Kakak lelaki Kwei pun memilih untuk meninggalkan keluarga demi Mary, begitu pula dengan Mary yang memilih meninggalkan negerinya.

Sebaliknya, hubungan Kwei-lan dan suaminya semakin diwarnai cinta. Putranya pun tumbuh dalam perpaduan budaya barat dan timur, seiring proses belajar yang dilakukan Kwei-lan untuk menyeimbangkan cara hidup ala barat dan timur.

Meski dengan karya yang tidak terlalu tebal ini, Pearl mengajak pembaca untuk menjelajahi kehidupan tradisional China yang eksotik. Pearl sendiri adalah orang yang memiliki akar kebudayaan China yang sangat kuat. Dia lahir di Hilsboro, Virginia Barat, pada 26 Juni 1892 dari pasangan Caroline dan Absalom Sydenstricker, misionaris Presbiterian yang bertugas di China. Orangtua Pearl pergi ke Zhenjiang, China, ketika Pearl berusia tiga bulan. Dia tumbuh di dekat Sungai Yangtse. Bahasa pertama Pearl adalah Bahasa China. Ibu dan gurunya baru mengajarinya Bahasa Inggris setelah dia besar.

Angin Timur: Angin Barat
adalah gambaran tentang cara pandang Pearl di masa mudanya. Ini terlihat ketika dia berusia 18 tahun dan pergi ke AS untuk belajar di Randolph-Macon Women’s College di Lynchburg, Virginia. Di tempat itu cukup lama Pearl menganggap perilaku gadis-gadis Amerika tidak pantas, meski akhirnya dia menghargai kebebasan dan spontanitas mereka.

Pearl sangat mencintai China dan masyarakatnya, yang dia anggap sebagai kampung halamannya sendiri. Selain Angin Timur: Angin Barat, The Good Earth (Bumi yang Subur) adalah novel lain Pearl yang juga menceritakan kehidupan masyarakat China.

The Good Earth yang memenangi penghargaan Pulitzer 1932 menampilkan China pada abad kedua puluh, di masa pemerintahan kekaisaran terakhir, ketika terjadi pergolakan politik dan sosial besar-besaran yang menyengsarakan rakyat jelata. Novel inilah yang merupakan karya terbaik Pearl, diterbitkan pada 1931 setahun setelah penerbitan Angin Timur: Angin Barat, dan terjual sebanyak 1.800.000 eksemplar pada tahun pertama.

avatar Tidak diketahui

Penulis: NBN

Strategic Management; Strategic Communication; Enterpreneurship; Media and Social Media.

Tinggalkan komentar