
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akhirnya angkat bicara mendesak agar perbankan segera menurunkan suku bunga pinjaman. Sebab, selama ini respons perbankan terhadap penurunan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia sangatlah lamban.
Ini terlihat dari pemangkasan suku bunga acuan oleh bank sentral yang selalu tidak pararel dengan penurunan bunga kredit. Tengoklah ketika BI Rate telah turun 175 basis poin semenjak Desember tahun lalu, suku bunga pinjaman hanya turun 50 basis poin.
Di tengah lesunya perekonomian yang disebabkan krisis kredit di Amerika Serikat, seruan Presiden itu adalah tepat. Saat ini semua pengusaha, dari level UMKM hingga kelas kakap, berharap agar para bankir menurunkan bunga kredit. Sebab, murahnya pinjaman adalah kunci untuk menggerakkan sektor riil dalam menghadapi krisis.
Krisis global telah membuat seluruh bangsa di penjuru dunia mengalami kesulitan, sehingga berdampak pada aktivitas ekspor. Beruntung Indonesia memiliki rasio ekspor yang relatif rendah dibandingkan negara-negara lainnya. Seperti kita tahu, rasio ekspor Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB) untuk Indonesia hanya 29 persen (2007). Sedangkan Singapura mencapai 230 persen, Malaysia 110 persen, dan Thailand sekira 73 persen.
Artinya, perekonomian kita sebenarnya lebih banyak ditopang oleh perekonomian domestik. Karena itulah penting kiranya bagi pemerintah untuk menjaga agar permintaan domestik tetap tumbuh.
Syaratnya tentu produk yang dihasilkan sektor usaha haruslah murah. Untuk mencapai itu, sektor riil tentu perlu mendapatkan pinjaman yang murah pula.
Kita berharap di tengah kondisi yang serbaberat ini perbankan tidak banyak alasan untuk menunda-nunda penurunan suku bunga. Sebab, di saat kondisi ekonomi yang sulit ini, semua pihak semestinya mendukung untuk tidak menciptakan likuiditas yang terlalu kering.
Seperti kata Presiden, kita semua memahami bank perlu menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan kreditnya. Namun, bank pun jangan terlalu berorientasi ke internalnya saja, dan tetap harus melakukan perannya sebagai lembaga intermediasi.