Obama dan sambutan dunia

obama-menang-sekeluarga

Belum pernah ada sambutan yang begitu meriah dan sangat luas atas terpilihnya seorang kepala negara, seperti saat kemenangan Barack Obama dari John McCain. Kemenangan itu seakan menghadirkan harapan baru bagi masyarakat global, setelah selama delapan tahun terakhir, Amerika Serikat yang menyebut dirinya sebagai polisi dunia, justru menghadirkan banyak ketegangan.

Saat Obama dinyatakan menang, Kenya –negeri asal ayah Obama–, mendeklarasikan hari libur nasional sebagai bentuk penghormatan. Sebuah harian ternama di Inggris bahkan menyebut kemenangan Obama sebagai “lompatan besar bagi umat manusia”. Tak ketinggalan Presiden Venezuela Hugo Chaves, yang notabene merupakan musuh bebuyutan Presiden George W Bush, menawarkan hubungan baru antara kedua negara.

Dari tanah Eropa, Presiden Komisi Uni Eropa Jose Manuel Barroso dan Kanselir Jerman Angela Merkel pun menawarkan kesepakatan baru untuk membangun hubungan trans-Atlantik yang lebih baik.

Memang tak semuanya menyambut gembira terpilihnya Obama. Rusia menyambut terpilihnya Obama dengan dingin. Saat berpidato di Dewan Federal Rusia kemarin, Presiden Rusia Dmitry Medvedev sama sekali tidak melontarkan ucapan selamat. Malahan, Medvedev mengumumkan akan menempatkan sistem rudal Iskander di kawasan Kaliningrad, perbatasan baltik Rusia, untuk menghadapi ancaman sistem pertahanan rudal AS.

Tidak mengherankan memang jika pemerintahan Medvedev, dan gurunya, Perdana Menteri Vladimir Putin, bersikap demikian. Di bawah kepemimpinan dua orang itu, Rusia kini terus berupaya mengembalikan harga diri bangsanya, yang terpuruk semenjak kehancuran Uni Soviet. Ini terlihat, misalnya, dari kebijakan Rusia yang mengakui kemerdekaan Ossetia Selatan dan Abkhazia dari Georgia. Langkah Rusia itu mendapat tentangan dari Amerika dan Eropa.

Sikap Rusia itu tentu menjadi tantangan bagi Obama, yang memang telah menyatakan menolak “perang dingin” dengan Beruang Merah. Obama dituntut untuk bisa memulihkan hubungan Amerika dengan Rusia, yang mengalami titik teredahnya selama kepemimpinan George W Bush. Masyarakat dunia tentu tidak ingin keadaan kembali seperti era perang dingin.

Benarkah Obama bisa memenuhi harapan masyarakat dunia? Tentu belum bisa terjawab. Namun jika menilik janji-janji kampanye si Anak Menteng itu, harapan terhadap terhapusnya polarisasi global masih ada. Ketegangan di Irak diharapkan semakin mereda. Pendekatan Amerika terhadap Iran dan Suriah juga akan lebih mengedepankan komunikasi, ketimbang ancaman kekuatan senjata.

Di bawah kepemimpinan Obama, dunia berharap Paman Sam mengubah pendekatan unilateralnya dan mengadopsi pendekatan multilateral, sekaligus menghargai kerja sama antarbangsa.

avatar Tidak diketahui

Penulis: NBN

Strategic Management; Strategic Communication; Enterpreneurship; Media and Social Media.

Tinggalkan komentar