Akhirnya 20 Persen

Lega rasanya mendengar pidato kenegaraan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di DPR. Selain berisi kabar baik mengenai peningkatan pertumbuhan perekonomian 6,39 persen, pemerintah menyatakan komitmennya untuk memenuhi anggaran pendidikan 20 persen dari APBN 2009.

Meski bisa dibilang terlambat lantaran hingga tahun anggaran ini alokasi untuk pendidikan hanya 15,6 persen, namun janji ini pantas dihargai. Sebab, di tengah gejolak perekonomian dunia yang serba tidak pasti, penambahan anggaran pendidikan menjadi Rp224,4 triliun itu akan mendorong kenaikan defisit pembiayaan hingga 1,9 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).

Namun itu sudah menjadi kewajiban pemerintah sebagaimana diamanatkan konstitusi. Terlebih setelah Mahkamah Konstitusi pada Rabu 13 Agustus lalu menyatakan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2008 inkonstitusional, dan mengultimatum pemerintah memenuhi anggaran 20 persen paling lambat pada APBN 2009.

Langkah ini menjadi sangat penting dan bersejarah bagi pendidikan Indonesia. Ini akan membangkitkan semangat dan harapan akan terjadinya peningkatan kualitas sektor pendidikan. Tidak hanya dari sisi infrastruktur, namun yang terpenting adalah kualitas pembelajaran dan kesejahteraan para guru. Harapan lainnya adalah semakin banyaknya anak bangsa yang mengenyam program wajib belajar gratis dan berkulitas.

Tentu saja jaminan peningkatan anggaran saja belum selesai. Pekerjaan penting lain yang harus mendapat perhatian adalah alokasi dan penggunaan anggaran itu. Rp224,4 triliun bukan angka yang kecil.

Meski sudah ada komitmen, namun sejauh ini kita belum mendapatkan kejelasan program yang akan dibuat oleh para penyelenggara pendidikan, mulai Departemen Pendidikan Nasional, dinas pendidikan di daerah, serta perguruan tinggi hingga lembaga pendidikan informal dan nonformal. Karenanya perlu dilakukan sinkronisasi program dan alokasi anggaran untuk masing-masing lembaga. Ini untuk mengindari penyalahgunaan alokasi anggaran.

Seperti kata pepatah, “ada gula ada semut”, maka besarnya anggaran yang tersedia akan memancing datangnya calo-calo proyek. Ujung-ujungnya, kongkalikong dengan pemangku kewenangan pun terjadi. Seperti kita ketahui, selama ini korupsi di sektor pendidikan dilakukan secara berjamaah dan sistemik.

Yang pasti ini membutuhkan pengelolaan dan pengawasan yang ekstra hati-hati. Prinsip-prinsip good governance yang mencakup transparansi, akuntabilitas, dan fairness wajib diterapkan.

avatar Tidak diketahui

Penulis: NBN

Strategic Management; Strategic Communication; Enterpreneurship; Media and Social Media.

Tinggalkan komentar