Posisi Indonesia kini tak bisa lagi dipandang sebelah mata di kancah internasional. Catatan terakhir yang terekam adalah kiprah Indonesia dalam sidang KTT Organisasi Konferensi Islam (OKI) di Dakar, Senegal. Sebelumnya, Indonesia menjadi satu-satunya negara yang bersikap abstain dalam sidang Dewan Keamanan Perserikaan Bangsa-Bangsa dalam penjatuhan sanksi ketiga bagi Iran.
Indonesia juga memiliki peran penting dalam perdamaian di Palestina melalui upaya dialog antara Hamas dan Fatah, demokratisasi di Myanmar, dan menjaga perdamaian di Lebanon pascapertempuran antara Israel dengan militan Hizbullah.
Pantas kiranya kemudian sepulang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dari rangkaian kunjungan ke Iran, Senegal, dan Uni Emirat Arab, Istana Kepresidenan mengungkap telah ditekennya peraturan presiden (perpres) mengenai pengangkatan seorang wakil menteri luar negeri.
Dalam konteks kekinian, polarisasi peradaban dunia sesungguhnya masih terjadi. Dunia masih dipandang pada sisi Barat dan Timur. Bahkan kenyataannya, ketegangan antara Barat dan Dunia Islam masih dirasakan. Invasi yang dilakukan Amerika Serikat ke sejumlah negara Islam semakin meningkatkan eskalasi ketegangan antara dua kutub itu.
Semenjak terjadi lima tahun lalu, perang Irak belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir. Bahkan, kecemasan baru menghantui masyarakat dunia jikalau Negeri Paman Sam yang dipimpin George W Bush akan melakukan invasi ke Iran. Tanda-tanda itu sebenarnya sudah beberapa kali tampak, dengan upaya-upaya Amerika Serikat menjatuhkan sanksi terhadap Negeri Mullah itu. Mundurnya panglima militer Amerika Serikat di Timur Tengah lantaran adanya perbedaan pandangan dengan Bush soal Iran juga menunjukkan indikasi kemungkinan terjadinya invasi itu.
Sebagai negara yang menganut politik bebas aktif dalam berperan di percaturan dunia, tepat kiranya penegasan yang dicetuskan Presiden SBY untuk mengusung pendekatan soft power dalam menyelesaikan berbagai konflik yang terjadi.
Kita tentu tidak berharap tesis yang dilontarkan Patrick J Buchanan dalam Is Islam an enemy of the United States? bahwa Amerika Serikat menjadikan Islam sebagai musuh pascakeruntuhan Uni Soviet benar-benar terwujud menjadi kenyataan yang mengerikan bagi umat manusia.
Di sinilah peran Indonesia sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar dunia ditantang untuk bisa menjadi jembatan antara dunia Barat dengan Islam. Peran tersebut membutuhkan keseriusan tersendiri dan menjadi beban Departemen Luar Negeri sebagai pos di pemerintahan yang mengurusi soal-soal itu.
Kehadian posisi wakil menteri dalam Deplu tentu menjadi hak prerogatif presiden. Kita berharap posisi ini benar-benar dibentuk untuk menjawab tuntutan akan peran Indonesia di kancah internasional, mengingat beratnya beban itu jika hanya dipikul seorang menteri saja. Kita juga berharap, dibentuknya posisi itu semata-mata dilakukan tidak untuk kepentingan politis apapun.